Pada masa awal perkuliahan, pria berusia 24 tahun ini sempat mengalami hari – hari yang cukup berat karena merasa salah mengambil jurusan. Egia menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya, Malang dan mengambil jurusan agroekoteknologi. Tak pernah terpikirkan olehnya bahwa jurusan tersebut akan mempelajari tentang pertanian. Karena terdapat kata teknologi pada jurusan agroekoteknologi, Egia berasumsi bahwa yang akan dipelajari adalah hal – hal yang berhubungan dengan mesin dan perkembangan teknologi lainnya.
Hal ini membuat Egia cukup kesulitan dalam beradaptasi di tahun pertama perkuliahannya. Meski demikian, ia berprinsip bahwa ia harus bisa menerima jurusan yang dijalaninya dengan sepenuh hati. Egia juga mulai terlibat aktif di berbagai kegiatan seperti menjadi asisten laboratorium untuk mata kuliah pertanian berkelanjutan dan menjadi asisten dosen untuk mata kuliah pengendalian gulma, serta aktif di berbagai organisasi eksternal lainnya.
Pria kelahiran Medan ini berhasil menyelesaikan studinya selama 3 tahun 11 bulan. Ia kemudian mengenal Asian Agri melalui seniornya di kampus yang telah bekerja di perusahaan tersebut, dan ia pun tertarik untuk bergabung. Nama Asian Agri rupanya sudah tidak asing lagi bagi putra bungsu dari dua bersaudara ini.
“Waktu SD, saya sering menemani orang tua ke pusat pasar Kota Medan untuk berbelanja. Saya sering melintas di depan gedung Uniland dan bertanya – tanya apa sebenarnnya yang ada di dalam. Ayah saya bilang bahwa di dalamnya ada perusahaan perkebunan yang bernama Asian Agri,” terangnya.
Akhirnya Egia berkesempatan mengikuti serangkaian proses seleksi dan dinyatakan lulus untuk menempuh pendidikan di AALI (Asian Agri Learning Institute) selama enam bulan.
Perjalanan Egia bersama Asian Agri ternyata tidak semulus yang ia bayangkan. Karena sempat pernah merasa salah jurusan, Egia harus lebih banyak beradaptasi dengan pilihan yang dijalaninya sekarang. Namun dengan tekad dan kemauan yang kuat untuk mengembangkan dirinya, Egia berhasil meraih peringkat 2 di batch 2 tahun 2020 untuk program Estate Assistant Trainee yang dijalaninya selama enam bulan di AALI.
Egia juga membagikan kiatnya sehingga berhasil meraih peringkat kedua.
“Menurut saya yang paling penting itu harus menjadi orang yang teliti dan banyak bertanya. Setelah menjalani pendidikan di AALI, saya jadi paham bahwa ternyata mesin dan tanaman itu sama dinamisnya. Pertanian juga memiliki sangat banyak teknik yang bisa dikembangkan dan di modernisasi. Saya juga tidak menyangka bisa mendapatkan peringkat kedua. Satu hal yang pasti, jika usaha kita maksimal, maka hasil yang didapatkan tidak akan mengkhianati usaha,” Egia menerangkan.
Di sela – sela kegiatannya di AALI, Egia selalu menyempatkan untuk membaca di perpustakaan. Membaca adalah hal yang sangat digemari oleh Egia.
“Kalau malam, saya sering sempatkan waktu untuk membaca, kadang ke perpustakaan, kadang baca modul materi yang akan dipelajari besok, sehingga saya sudah tahu apa saja yang mau saya tanyakan dari materi yang diberikan jika ada hal yang tidak saya pahami. Saya selalu siap mengosongkan gelas dan mengisinya lagi dengan air yang baru agar bisa berkembang,” ungkap Egia.
Setelah lulus dari AALI, Egia ditempatkan di Kebun Segati untuk menangani afdeling dua hingga sekarang dan tanggung jawab ini sudah berjalan selama empat bulan.
Bagi Egia, bergabung dengan Asian Agri adalah hal yang sangat disyukurinya.
“Saya diberikan wadah untuk berkembang, tempat belajar yang tidak terbatas, dan diajarkan untuk membangun jiwa sosial serta kerja sama tim yang tinggi,” tutur Egia.
Meski masih berusia sangat muda, Egia sudah sangat bijak dalam menyikapi setiap hal yang dihadapinya. Egia berpesan, “Dalam melakukan apapun, disiplin adalah kuncinya. Jika kita bisa disiplin dan mengatur diri kita dengan baik, maka kita juga pasti bisa mengatur orang lain,” pungkasnya.
{loadposition click_here_join}
{loadposition career_related}