- Minyak Sawit merupakan komoditas non-migas unggulan Indonesia
- Sertifikasi menjamin pasar bagi produk sawit Indonesia sehingga membantu meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan perekonomian di pedesaan
- Asian Agri telah mendorong lebih dari 75 persen petani plasma binaannya untuk memperoleh sertifikat RSPO
Jakarta, 10 Desember 2014 – Indonesia telah menjadi negara pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia sejak tahun 2006. Nilai ekspor dari tahun ke tahun semakin meningkat, dan diperkirakan mencapai 29 juta ton di akhir tahun 2014 ini. Namun demikian, isu keberlanjutan dan lingkungan yang melingkupi industri kelapa sawit secara umum, membuat pemasaran produk minyak sawit ke pasar internasional terhambat. Para pelaku industri kelapa sawit didorong untuk terus berkomitmen melakukan sertifikasi sebagai bukti bahwa produk yang dihasilkan telah sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan atau sustainability.
Hal tersebut terungkap dalam acara Diskusi Publik dengan tema “Sertifikasi Minyak Sawit: Membuka Akses Pasar Global dan Peningkatan Kesejahteraan Petani”, Rabu 10 Desember 2014, di Jakarta. Hadir sebagai pembicara dalam diskusi ini yaitu Ketua Harian ISPO Rosediana Suharto, Direktur RSPO Indonesia, Desi Kusumadewi, dan General Manager Asian Agri, Freddy Widjaya.
Herdrajat Natawijaya, Direktur Tanaman Tahunan Kementerian Pertanian, mengatakan pengusahaan kelapa sawit ini menyerap 4,5 juta hektare di sektor on farm. Penyerapan tenaga kerja ini akan lebih besar termasuk tenaga kerja di sektor off farm dan jasa di bidang agribisnis kelapa sawit. Dari segi pengembangan wilayah, kelapa sawit juga umumnya dibangun di daerah terpencil dan mendorong berkembangnya sentra ekonomi berbasis sawit seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi Barat.
”Pengembangan kelapa sawit harus dilakukan sesuai kaidah pembangunan berkelanjutan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/2011 tentang ISPO. ISPO ini mengintegrasikan berbagai peraturan perundangan di Indonesia dan menjadi bukti kepatuhan dari pelaku usaha perkebunan kepada regulasi,” jelas Herdrajat.
Rosediana Suharto, Ketua Harian Komisi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), mengatakan sertifikasi ini adalah bentuk instrumen yang digunakan untuk mengawal perdagangan. Sebab, WTO memperbolehkan negara untuk menerapkan technical barrier to trade yang bentuknya berupa standar .
“Sertifikasi ini dapat membantu petani meningkatkan standar kehidupan mereka dari aspek produktivitas,” ujar Rosediana.
Para pelaku industri kelapa sawit di Indonesia saat ini memang terus berupaya untuk melakukan sertifikasi. Salah satu perusahaan yang telah berkomitmen dalam melakukan sertifikasi adalah Asian Agri. Perusahaan ini telah menjadi anggota RSPO sejak tahun 2006 dan telah mendorong lebih dari 75 persen petani plasmanya untuk memperoleh sertifikat RSPO. Selain mendapatkan kepastian pasar, sertifikasi ini juga mampu meningkatkan penghasilan para petani.
Freddy Widjaya, General Manager Asian Agri mengatakan Asian Agri secara konsisten terus melakukan pendampingan kepada para petani plasma binaannya untuk meningkatkan produktivitas, perbaikan, pengelolaan lingkungan serta praktik berkebun yang baik untuk menjamin keberlanjutan usaha petani. Target produksi Asian Agri satu juta ton dimana 50% dari perusahaan inti dan 50% dari petani binaan plasma dan petani swadaya.
“Kami tidak melakukan pembukaan lahan tetapi lebih fokus kepada intensifikasi. Pada 2015, kami merencanakan untuk remajakan 5,000 hektare kebun inti dan 1,150 hektare petani plasma binaan kami. Diperkirakan dibutuhkan dana untuk peremajaan tersebut sebesar Rp 200 miliar” ujarnya.
Asian Agri juga membangun kemitraan dengan petani swadaya. Pada akhir 2014, diperkirakan ada lebih dari 10,000 ha petani swadaya yang telah menjadi mitra binaan Asian Agri dan akan bertambah 5,000 hektare pada 2015 dan 2016.
”Diharapkan melalui pendampingan dan pembinaan, mereka dapat meningkatkan produktivitas kebun sawit mereka dan mengoptimalkan pembiayaan produksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani,” kata Freddy.
Freddy mengatakan bahwa salah satu manfaat sertifikasi adalah akses pasar mengingat 20% pasar minyak kelapa sawit berada di Uni Eropa. Tidak menutup kemungkinan, pembeli yang berada di Tiongkok berkaitan dengan pasar Uni Eropa. Tanpa sertifikasi, pasar Eropa menjadi tantangan besar bagi pelaku industri sawit.
Pada tahun 2013 lalu, Asian Agri berhasil mendapatkan sejumlah premium minyak sawit bersertifikasi yang mana sebesar US$ 220 ribu telah dibagikan kepada petani plasma yang menjadi mitra Asian Agri. Untuk ISCC, kami sudah berhasil mensertifikasi seluruh kebun inti dan plasma. Pada 2014, ditargetkan seluruh kebun inti bisa mendapatkan sertifikasi RSPO sejalan dengan ISPO. Sedangkan untuk Kebun plasma ditargetkan pada akhir 2015 dapat peroleh sertifikasi RSPO,” ujarnya.
Freddy Widjaya mengatakan pendampingan yang dilakukan Asian Agri tidak hanya terbatas kepada petani plasma binaan. Sejak 2011, Asian Agri juga melakukan pendampingan kepada petani swadaya. Pada Juli 2013, melalui pelatihan dan pendampingan yang diberikan oleh Asian Agri bersama dengan organisasi lingkungan WWF, KUD Amanah di Provinsi Riau berhasil menjadi asosiasi petani sawit swadaya pertama di Indonesia yang memperoleh sertifikat Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO).
Desi Kusumadewi, Direktur Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) mengatakan sertifikasi RSPO ini menjadi penting sebagai alat negosiasi perdagangan di pasar global. Dalam hal ini, Indonesia sudah menjadi produsen minyak sawit bersertifikat yang sangat besar. Manfaat dari perusahaan dapatkan sertifikat ISPO adalah mampu meningkatkan produktivitas dan menjawab kampanye hitam yang dituduhkan kepada industri sawit.
Sekilas Mengenai Asian Agri:
Asian Agri merupakan salah satu perusahaan swasta terkemuka di Indonesia yang memproduksi minyak sawit mentah (CPO) sejak tahun 1979 dan mempekerjakan sekitar 25,000 orang saat ini. Sejak tahun 1987, Asian Agri telah menjadi perintis program pemerintah Indonesia Perkebunan Inti Rakyat Transmigrasi (PIR – Trans). Saat ini, perusahaan mengelola 100,000 Ha lahan dan bermitra dengan 30,000 keluarga petani di Riau dan Jambi yang mengoperasikan 60,000 Ha perkebunan kelapa sawit.
Keberhasilan Asian Agri dalam menjadi salah satu perusahaan terkemuka CPO telah diakui secara internasional dengan sertifikasi ISO 14001 untuk semua operasinya. Learning Institute di Pelalawan, Riau, serta pusat pembibitan di Kampar, Riau, juga telah bersertifikat ISO 9001. Selain itu, pusat penelitian dan pengembangan Asian Agri di Tebing Tinggi juga telah memperoleh sertifikasi oleh International Plant – Analytical Exchange di lab WEPAL di Wageningen University di Belanda, untuk standar yang tinggi.
Selain keberhasilannya dalam menjadi produsen CPO terkemuka dengan teknologi paling canggih, Asian Agri juga berkomitmen untuk melestarikan lingkungan.
Perkebunan Asian Agri di Riau (kebun Buatan, Soga, dan Ukui) dan di Jambi (kebun Tungkal Ulu dan Muara Bulian), dan juga Kebun Plasma binaan (Kebun Plasma Buatan & Ukui di Riau serta Kebun Plasma Tungkal Ulu & Muara Bulian di Jambi) telah menerima sertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).
Pada saat yang sama, ISCC (International Sustainability & Carbon Certification) telah dicapai oleh seluruh kebun baik yang dimiliki oleh Asian Agri maupun petani binaan baik yang di bawah skema petani plasma maupun skema KKPA.
Pabrik minyak kelapa sawit dan perkebunan di Buatan, Ukui, Soga, Tungkal Ulu & Muara Bulian juga telah mendapatkan sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Elly Mahesa Jenar | Chlara.M.Saputra |
E-mail: Elly_Mahesa@www.asianagri.com | E-mail: Chlara_saputra@www.asianagri.com |
DID: +62 230 1119 | DID: +62 230 1119 |
Mobile: 0811 8776 729 | Mobile: 0816 166 0683 |