Jakarta, 31 Agustus 2016 – Komitmen kerja sama jangka panjang antara petani dan Asian Agri menjadi satu resep yang menghasilkan bisnis kelapa sawit yang berkelanjutan dan menyejahterakan rakyat banyak.
Diantara banyak pilihan komoditas untuk dikelola, petani Indonesia semakin antusias menggeluti kelapa sawit, tanaman berusia panjang yang akan memberikan manfaat bagi mereka dalam waktu yang panjang pula.
Salah satu perusahaan yang telah menunjukkan komitmennya untuk bermitra dengan petani kecil hampir 30 tahun adalah Asian Agri. Dalam naungan perusahaan ini petani tetap memiliki tanah mereka dengan mendapatkan bibit unggul dan bimbingan cara berkebun yang berkelanjutan sesuai dengan norma-norma global. Petani yang menjadi mitra Asian Agri juga tidak perlu risau terhadap pemasaran hasil sawit mereka karena Asian Agri akan otomatis menampungnya dengan harga yang pantas dan tidak akan merugikan petani.
Kemitraan yang telah berlangsung bertahun-tahun ini telah dirasakan manfaatnya oleh ratusan ribu bahkan jutaan anggota masyarakat di tiga provinsi yaitu di Riau, Jambi dan Sumatra Utara. Saat ini Asian Agri sedang bermitra dengan kurang lebih 30,000 petani. Dengan perhitungan bahwa setiap keluarga petani beranggotakan suami, istri dan tiga orang anak, maka jumlah anggota masyarakat yang langsung terbantu kesejahteraannya melalui kemitraan ini mencapai kurang lebih 150,000 orang. Jika melihat bahwa Asian Agri juga mempunyai rekanan dengan perusahaan dan anggota masyarakat lain selain petani dan karyawannya, efek multiplier Asian Agri yang menyejahterakan masyarakat dapat mencapai jutaan orang.
Kemitraan yang menghasilkan manfaat besar bagi masyarakat ini bukanlah hasil yang instan tetapi melalui jalan panjang, yang diawali oleh kesadaran pemilik perusahaan untuk memastikan kegiatan perusahaan dapat berguna buat masyarakat banyak, negara dan lingkungan. Awalnya, mayoritas petani kelapa sawit adalah para transmigran yang datang dari Jawa, mengikuti program pemerintah di era Orde Baru yang intensif di antara tahun 1979 dan 1984. Program transmigrasi saat itu dilakukan dalam rangka mengurangi angka kemiskinan, menyeimbangkan serta mendistribusikan populasi penduduk terkait dengan peningkatan kesejahteraan warga negara di seluruh Indonesia.
Untuk memastikan program yang dirancang tersebut dapat berjalan dengan baik, pemerintah turut meluncurkan Perkebunan Inti Rakyat Transmigrasi atau yang juga dikenal dengan PIR-Trans di tahun 1986. Program PIR-Trans ini merupakan program kerja sama yang dilakukan antara pemilik perkebunan dan para petani transmigran. Dalam program ini, setiap pendatang berhak untuk mendapatkan 2 hektar lahan kosong yang digunakan untuk pembudidayaan kelapa sawit, dengan pabrik-pabrik yang terletak di dekatnya.
Meski demikian, cukup banyak dari para transmigran yang ternyata tidak mengenal kelapa sawit. Mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bagaimana cara untuk menanam, perawatan, cara panen, dan juga hal-hal terkait untuk mengelola perkebunan kelapa sawit. Hal ini terjadi memang karena pada saat itu kelapa sawit belum menjadi industri populer di kalangan masyarakat, khususnya para transmigran.
Asian Agri yang berdiri pada 1979, adalah perusahaan kelapa sawit pertama yang mendukung pemberdayaan petani dalam program PIR-Trans ini. Perusahaan yang tergabung dalam RGE Group ini merupakan pelopor perusahaan kelapa sawit dengan skema petani plasma yang dibinanya.
Asian Agri juga turut berkontribusi dengan memberikan berbagai bentuk pelatihan dan memfasilitasi pelatihan bagi para petani. Tidak hanya itu, Asian Agri juga berperan dalam membangun infrastruktur untuk mendukung kegiatan para petani dalam melakukan kegiatan nantinya.
Perusahaan tidak hanya membantu para petani pada tahap awal, namun juga tetap membimbing para petani pada masa produktif pohon kelapa sawit. “Pada masa persiapan, para transmigran diajak untuk terlibat di dalam pengelolaan kebun dan sekaligus mendapatkan pelatihan-pelatihan tentang pengelolaan perkebunan yang baik” kata Direktur Asian Agri, Freddy Widjaya.
“Ketika pohon kelapa sawit memasuki masa produksi dan mulai berbuah, dimana biasanya akan terjadi 3 – 4 tahun setelah bibit ditanam, lahan diserahkan kepada para petani. Namun tidak hanya menyerahkan begitu saja, kita tetap melakukan pendampingan untuk tetap membimbing petani agar mendapatkan hasil yang terbaik dari kebun mereka,” lanjut Freddy.
Lebih dari sekedar membimbing petani, Asian Agri juga membangun fasilitas umum di dekat lahan milik petani dan perkebunan milik petani plasma. Fasilitas tersebut ditujukan untuk memudahkan para petani di dalam mengelola kebun dan memproses lebih lanjut hasil panen mereka. Perusahaan berkomitmen membeli dan memproses tandan buah segar kelapa sawit yang merupakan hasil panen dari perkebunan petani plasma. Dalam menentukan harga jual tandan buah segar kelapa sawit, baik petani dan perusahaan akan mengikuti peraturan pemerintah, dimana mekanismenya akan diatur bersama oleh pemerintah, perusahaan, dan kelompok tani yang ada.
Freddy menjelaskan, “Perihal kualitas, Asian Agri akan mengintensifkan pendampingan petani, sehingga kebun menghasilkan buah berkualitas dan hal ini akan memberikan kepastian mengenai keuntungan yang didapatkan oleh para petani.”
Perkembangan wilayah Ukui dan Buatan di Riau menunjukkan hasil nyata, di beberapa hunian petani plasma binaan Asian Agri tampak kendaraan roda dua dan empat yang terparkir rapi di halaman rumah mereka yang sudah bertransformasi dari konstruksi papan ke konstruksi tembok, dan jalan aspal telah menghubungkan lalu lintas di pemukiman masyarakat.
“Dibalik kesuksesan yang diraih, ada perjalanan panjang dan juga penuh tantangan yang telah dilewati. Peran serta dari berbagai pihak seperti pemerintah, petani lokal, dan juga stakeholder lainnya menjadikan semua tantangan berhasil dilewati bersama-sama,” ujar Freddy.
***
Sekilas mengenai Asian Agri:
Asian Agri Group merupakan perusahaan swasta nasional terkemuka di Indonesia yang memproduksi minyak sawit mentah (CPO) sejak tahun 1979 dan mempekerjakan sekitar 25,000 orang saat ini. Sejak tahun 1987, Asian Agri telah menjadi perintis program Pemerintah Indonesia Perkebunan Inti Rakyat Transmigrasi (PIR – Trans). Saat ini, perusahaan mengelola 100,000 hektar lahan dan bermitra dengan 30,000 keluarga petani di Riau dan Jambi yang mengoperasikan 60,000 hektar perkebunan kelapa sawit.
Keberhasilan Asian Agri menjadi salah satu perusahaan terkemuka CPO telah diakui secara internasional dengan sertifikasi ISO 14001 untuk semua operasinya. Learning Institute di Pelalawan, Riau, serta pusat pembibitan di Kampar, Riau, juga telah bersertifikat ISO 9001. Selain itu, pusat penelitian dan pengembangan Asian Agri di Tebing Tinggi juga telah memperoleh sertifikasi oleh International Plant – Analytical Exchange di lab WEPAL di Wageningen University di Belanda, untuk standar yang tinggi.
Pabrik minyak kelapa sawit dan perkebunan di Buatan, Ukui, Soga, Tungkal Ulu & Muara Bulian juga telah mendapatkan sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Elly Mahesa Jenar |
Manajer Komunikasi Perusahaan |
E-mail: Elly_Mahesa@www.asianagri.com |
DID: +68 230 1119 |
Tel: +62 811 8776 729 |