Minyak kelapa sawit terdapat dimana-mana, mulai dari roti dan kue hingga shampo dan pasta gigi. Produk ini menjadi topik menarik dengan meningkatnya sorotan terhadap kondisi lingkungannya. Konsumen menanti jawaban apakah kelapa sawit berkelanjutan?
Kelapa sawit yang sudah tersertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) adalah kelapa sawit yang berkelanjutan. Tidak hanya itu, kelapa sawit berkelanjutan merupakan yang paling efisien untuk memenuhi kebutuhan dunia akan minyak nabati, karena menggunakan hanya sepersepuluh luas lahan yang diperlukan tanaman lain untuk memproduksi volume minyak yang sama dengan minyak nabati lainnya.
Pertama-tama mari kita bahas mengapa kita memerlukan minyak nabati. Selain dari keperluan untuk memasak, minyak nabati merupakan bahan dasar penting pada berbagai macam produk. Minyak nabati memberikan kerenyahan pada tekstur lapisan pastry, dapat mencegah bahan-bahan dasar untuk tidak melekat, dan membantu memadatkan kosmetik dengan sempurna. Sekitar 50% produk kemasan yang dijual di supermarket mengandung minyak kelapa sawit, dan itu belum termasuk beberapa macam minyak nabati lainnya.
Banyak produk yang kita gunakan setiap hari bergantung pada minyak nabati, dan kebutuhan akan minyak nabati meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi global serta naiknya pendapatan.
Mengapa minyak kelapa sawit merupakan produk terbaik untuk memenuhi permintaan minyak nabati
Hal ini membawa kita pada produktivitas. Minyak kelapa sawit sudah terbukti merupakan minyak yang paling efisien dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, seperti minyak kedelai, minyak rapa dan minyak bunga matahari yang memerlukan lahan 6-10 kali lebih luas untuk dapat memproduksi minyak dengan volume yang sama dengan minyak kelapa sawit. Sebagaimana disebutkan dalam laporan yang dibuat oleh the International Union for the Conservation of Nature, mengganti minyak kelapa sawit dengan minyak nabati lainnya akan mengakibatkan penebangan hutan secara besar-besaran untuk membuka lahan baru, yang tentunya akan memperburuk situasi larangan yang diharapkan segera berakhir. Faktanya, untuk menggantikan minyak kelapa sawit memerlukan tambahan 50 juta hektar luas lahan pertanian – yang luasnya kurang lebih sama dengan negara Spanyol.
Apabila dunia tidak bisa beralih dari penggunaan minyak nabati, maka minyak kelapa sawit merupakan solusi terbaik yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut, selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat industri kelapa sawit berkelanjutan.
Peran minyak kelapa sawit bersertifikasi
Dalam hal inisertifikasi memiliki peranan penting. Badan sertifikasi seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), dimana Asian Agri telah menjadi anggotanya sejak 2006, merancang kerangka kerja yang kuat terhadap larangan penebangan hutan, perlindungan kawasan gambut dan penetapan aturan baku mengenai hak asasi manusia. Pada November 2018 lebih dari 4.000 anggota dari industri, pemerintah, akademisi dan LSM memberikan suara yang luar biasa untuk mengadopsi standar yang lebih ketat, yang disambut oleh WWF, sebagai “satu langkah maju yang signifikan”.
Sertifikasi semakin menjadi norma – standar sertifikasi Indonesia yakni ISPO sekarang menjadi persyaratan hukum bagi produsen minyak sawit di negara ini. Tetapi tantangan tetap ada, khususnya di kalangan petani, yang di Indonesia menyumbang 41 persen dari total produksi. Banyak dari mereka memiliki keterbatasan keterampilan dan sumber daya untuk mengikuti sertifikasi, yang memerlukan biaya yang tinggi serta waktu yang cukup lama.
Karena itulah pada tahun 2013 Asian Agri bermitra dengan WWF dan Carrefour dalam proyek percontohan, yang menjadikan sebuah koperasi kelompok petani swadaya di Indonesia berhasil mendapatkan sertifikasi RSPO yang pertama bagi petani kelapa sawit.
Perusahaan juga bermitra dengan UNDP dan Tanoto Foundation dalam proyek percontohan untuk membantu petani swadaya mendapatkan sertifikasi ISPO, dan menjadikan mereka kelompok pertama di Indonesia yang tersertifikasi.
Asian Agri juga bekerjasama dengan petani melalui Komitmen Kemitraan One to One, yang mana setiap hektar lahan milik perusahaan sama luasnya dengan lahan yang dimiliki oleh petani. Seperti yang dijelaskan oleh Bernard Riedo, Direktur Sustainability dan Stakeholder Relations di Asian Agri, hal ini membantu petani untuk meningkatkan produktivitas mereka sekaligus menerapkan prinsip berkelanjutan.
Meningkatkan kemamputelusuran rantai pasok minyak kelapa sawit
Kemitraan juga membantu memastikan kemamputelusuran rantai pasok, yang sebenarnya tidak mudah untuk industri kelapa sawit, yang memiliki rantai pasok cukup panjang, yaitu mulai dari produsen, penjual dan tengkulak. Asian Agri berhasil mendapatkan 100 persen kemamputelusuran di tahun 2017, meski melalui proses yang cukup lama.
Untuk alasan ini Asian Agri menjadi salah satu anggota pendiri dari SUSTAIN, kelompok produsen kelapa sawit, pengolah minyak kelapa sawit, produsen produk konsumen, organisasi nirlaba dan pemimpin untuk teknologi yang menggunakan blockchain guna meningkatkan kemamputelusuran kelapa sawit.
Peran serta konsumen
Konsumen memiliki peran yang cukup penting. Untuk beberapa waktu reputasi minyak kelapa sawit selalu mengalami kendala karena beberapa merek tidak mengakui adanya kandungan minyak kelapa sawit pada produk yang mereka jual, mereka mencantumkannya sebagai ‘minyak nabati’. Merek yang menggunakan minyak kelapa sawit yang telah tersertifikasi harus memasukkan logonya di kemasan produk mereka, seperti halnya Fairtrade Coffee, namun hanya beberapa yang melakukannya, terutama di pasar negara-negara barat.
Sebagai konsumen kita dapat mendorong para pemegang merek untuk menggunakan minyak kelapa sawit bersertifikat, memberikan penghargaan kepada mereka yang telah melakukannya dan menghindari mereka yang tidak melakukannya. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Jennifer Lucey, dari Universitas Oxford, Departemen Zoologi, kebutuhan akan minyak kelapa sawit berkelanjutan banyak berasal dari Amerika dan Eropa. Jika negara-negara itu keluar dari pasar maka aturan akan ditetapkan oleh importir yang menghargai harga di atas keberlanjutan.
Secara keseluruhan, industri kelapa sawit belum sempurna. RSPO melarang penebangan hutan untuk memenuhi produksi minyak kelapa sawit, namun skema keanggotaan untuk sertifikasi tetap bersifat sukarela. Perusahaan seperti Asian Agri tengah berupaya mendorong keikutsertaan 1,7 juta petani di Indonesia untuk sertifikasi keberlanjutan, dan konsumen mulai menyadari perbedaan antara minyak kelapa sawit berkelanjutan dan yang tidak. Masih banyak hal yang harus dibenahi, namun terdapat juga banyak hal positif.
Bila dikelola dengan baik dan tersertifikasi, maka akan terwujud kelapa sawit berkelanjutan. Sejalan dengan meningkatnya permintaan minyak nabati, minyak kelapa sawit berkelanjutan adalah jalan terbaik untuk memenuhi permintaan tersebut.