Banyak yang menganggap tugas guru adalah mendidik atau mengajar. Padahal, tugas guru lebih dari sekedar mengajarkan materi kepada siswa.
Hal tersebut diungkapkan oleh Nurasia, Kepala Sekolah SMK 1 Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau, salah satu sekolah binaan Asian Agri yang tergabung dalam program Sekolah Sawit Lestari sejak tahun 2016.
Menurut Nurasia, program Sekolah Sawit Lestari tersebut banyak sekali manfaatnya, salah satunya yaitu menambah pengetahuan siswa mengenai pengenalan industri agrikultur lewat tanaman kelapa sawit, bagaimana mengelola kebun dan tanaman yang baik dengan menerapkan praktik-praktik perkebunan sawit berkelanjutan serta mengetahui mengapa penting untuk menerapkan praktik-praktik berkelanjutan di kebun kelapa sawit. Selain itu, program tersebut juga membuat para siswa makin bersemangat karena didampingi oleh tim Asian Agri dari mulai pembibitan hingga panen.
“Jurusan perkebunan atau yang dikenal dengan ATP (agribisnis tanaman perkebunan) adalah salah satu jurusan favorit di SMK 1 Pangkalan Kerinci. Karena mungkin sekolah kami dikelilingi perkebunan sawit sehingga banyak siswa yang juga anak petani ataupun warga sekitar yang kehidupannya bergantung pada sawit sehingga perpaduan teori dan praktik langsung di lapangan sangat dibutuhkan oleh mereka,” tambah Nurasia. Setiap dua kali dalam seminggu, tim Asian Agri mengunjungi SMK 1 Pangkalan Kerinci untuk memberikan motivasi dan juga pembelajaran baik di dalam kelas maupun lapangan.
Tak hanya siswanya, para guru SMK 1 Pangkalan Kerinci juga turut dilatih mengenai sawit berkelanjutan sehingga dapat turut mendampingi siswa dalam pembelajaran.
Menurut wanita kelahiran Duri, Mandau, Riau ini, kegiatan belajar mengajar selama pandemi sangat banyak tantangannya terlebih untuk siswa SMK.
“Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, tantangannya sangat berat, karena kegiatan belajar mengajar semua dilaksanakan secara daring padahal, untuk SMK kami butuh pembelajaran praktik di lapangan tidak hanya teori saja,” ungkapnya.
Tak hanya itu, tantangan lain yaitu sulitnya sinyal di daerah terpencil dan tidak semua siswa memiliki telepon selular.
“Tidak semua anak tinggalnya di sekitar Pangkalan Kerinci, ada juga yang tinggal di pelosok dan tidak memiliki telepon genggam sehingga sulit menjangkau mereka”, tambahnya.
Namun menurut Nurasia, mulai tahun 2021 ini, sekolah mulai menerapkan pertemuan tatap muka dengan jumlah siswa yang terbatas dan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
“Mulai tahun 2021, kita panggil 5 siswa per hari untuk melakukan praktik agar tidak terjadi perkumpulan,” kata Nurasia. Perjalanan Nurasia menjadi guru sudah lebih dari 20 tahun lamanya. Awalnya, ia memutuskan menjadi guru karena besar di lingkungan yang juga erat dengan dunia pendidikan.
“Orang tua saya juga guru, sehingga terbiasa melihat mereka mengajar, kemudian bisa dibilang menjadi guru adalah panggilan jiwa, sehingga saya memutuskan mengambil jurusan keguruan dan mengabdi menjadi guru hingga sekarang,” ujarnya.
Setelah lulus S1 dari Universitas Riau, Nurasia kemudian ditempatkan di SMP Terbuka di daerah Kampar, Riau. Di sana ia mengajar untuk anak-anak putus sekolah selama kurang lebih lima tahun.
“Dulu untuk sampai ke tempat mengajar saya mesti menempuh jarak sekitar 50 km dengan kondisi jalanan yang hancur dan tidak ada kendaraan. Begitu pula dengan para siswanya, mereka kebanyakan adalah tenaga kasar seperti pengumpul getah yang harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga sehingga masuk sekolah pun tidak konsisten,” kenangnya sambil tertawa.
Menurutnya, tantangan menjadi guru saat itu adalah harus memaklumi keadaan para siswa dan lingkungan sekitar. “Bagaimana bisa membuat mereka termotivasi untuk rutin masuk sekolah dan senang akan belajar adalah tantangan tersendiri saat itu”.
Kemudian di tahun 2004, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke S2 di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Setelah lulus, Nurasia kembali mengajar di Riau, kali ini ditempatkan di SMA 2 Pangkalan Kerinci namun tak sampai setahun, ia ditarik ke SMK 1 Pangkalan Kerinci di tahun 2007 dan akhirnya menjadi Kepala Sekolah di tahun 2012 sampai sekarang.
Nurasia mengaku bahwa di setiap pengalamannya mengajar, selalu ada hal positif yang dapat ia petik dan membentuknya menjadi pribadi dan tenaga pengajar yang lebih baik lagi.