Pandemi Covid-19 berdampak signifikan terhadap aktivitas setiap unsur masyarakat. Pemberlakuan physical distancing demi menjaga keselamatan dan kesehatan setiap individu adalah hal yang tidak dapat ditawar, meski membatasi banyak kegiatan.
Namun, segala keterbatasan tersebut tidak menghentikan efektivitas koordinasi Asian Agri dengan Masyarakat Peduli Api (MPA) dan Crew Leader Desa Bebas Api (DBA) untuk memberikan yang terbaik agar desa-desa terhindar dari kebakaran.
Di daerah operasionalnya di Kabupaten Pelalawan, Riau, Asian Agri bekerja sama dengan komunitas masyarakat dalam meredam potensi kebakaran di desa-desa rawan api. Kerja sama ini adalah manifestasi dari komitmen Asian Agri dalam mendukung usaha penciptaan Riau tanpa kabut asap yang selalu menjadi fokus Asian Agri dalam menjalankan bisnisnya.
Selama pemberlakuan physical distancing, tim Program Bebas Api Asian Agri terus berkoordinasi dengan memanfaatkan sistem teknologi dan komunikasi yang optimal dalam upaya pencegahan kebakaran.
Pemaksimalan fungsi aplikasi pemantauan titik panas yang dirilis oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), merupakan kunci untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja tim di tengah kondisi yang tidak menentu karena pandemi Covid-19.
Aplikasi yang dapat diunduh di smartphone tersebut bernama Lapan: Fire Hotspot yang memberikan deteksi dingin adanya titik panas secara real time dengan menggabungkan peta Google Earth dan sistem deteksi LAPAN.
Meski efektif, berkoordinasi jarak jauh bukanlah tanpa tantangan. Menurut Manajer Program Bebas Api Asian Agri, Hafiz Sinaga, beberapa desa rawan api berada di lokasi yang sangat terpencil sehingga kesulitan untuk mendapat akses jaringan internet.
“Untuk desa-desa rawan api yang masih sangat terpencil, anggota tim kami harus melakukan patroli secara langsung, tentu saja mereka bertugas dengan mengikuti anjuran pemerintah terkait penggunaan APD (Alat Pelidung Diri) khusus demi mencegah penyebaran virus Covid-19,” ungkap Hafiz.
Khusus untuk kegiatan patroli yang mengharuskan anggota tim Bebas Api mendatangi desa-desa tertentu, kerja sama pun dilakukan dengan tim Learning and Development (L&D) di Asian Agri.
“Untuk menindaklanjuti daerah-daerah yang terdeteksi adanya titik panas, kami berkoordinasi juga dengan tim L&D yang akan memberikan informasi terperinci terkait lokasi terdeteksinya titik panas dari aplikasi LAPAN tersebut,” lanjut Hafiz.
Titik panas sendiri merupakan acuan utama dalam mendeteksi potensi kebakaran hutan dan lahan. Namun, titik panas ini pun hanya indikator, bukan titik terjadinya kebakaran (titik api) di lapangan. Terkadang, citra satelit yang ditampilkan pada aplikasi menunjukkan terdapat 12 titik panas untuk satu titik kebakaran.
Titik panas pun memiliki tiga tingkat kepercayaan. Tingkat 0-30 persen berarti potensi kebakaran dari titik panas tersebut masih rendah, pada citra satelit titik panas ini akan muncul sebagai warna hijau. Adapun tingkat 50-80 menunjukkan potensi kebakaran sedang, ditandai dengan titik kuning. Sementara tingkat 90-100, berarti potensi kebakaran tinggi, ditandai dengan warna merah.
Oleh karena itu, diperlukan analisis mendalam terkait akurasi titik koordinat dan tingkat kepercayaan dari titik panas tersebut, sebelum dikerahkan penanggulangan dengan mengirimkan tim darat dan peralatan kebakaran ke tempat yang paling dekat dengan sumber api.
“Seluruh data yang kami terima akan diolah di L&D sebelum ditindaklanjuti,” ungkap Hafiz sambil menambahkan bahwa dengan dukungan teknologi yang semakin canggih maka kerja tim pun harus semakin gesit dan cepat tanggap.
“Karena data yang didapat dari aplikasi ini merupakan data real time, maka kita pun harus mengolahnya dengan cepat supaya keperluan penindaklanjutan dapat dijalankan tanpa perlu menunggu lama,” kata Hafiz lagi.
Menurut Hafiz, kegiatan patroli dan pelaporan akan semakin intensif pada kondisi darurat, ketika musim kemarau dan curah hujan turun, terutama di desa-desa dan daerah rawan.
“Ketika musim kering atau sudah lebih dari tiga hari tidak turun hujan, kami akan tingkatkan intensitas patroli, khususnya di daerah-daerah terpencil yang tidak mendapatkan akses internet dengan baik,” tambahnya.
Meskipun dalam proses deteksi dini, tim Bebas Api Asian Agri telah banyak dibantu oleh teknologi, terdapat aspek yang tidak kalah penting dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan, yakni terus mengedukasi dan meyakinkan warga desa untuk tidak melakukan praktik bakar lahan dan tanggap untuk melaporkan titik panas yang ada di wilayah mereka masing-masing.
“Kesadaran masyarakat adalah aspek terpenting bagi kami dalam menjalankan tugas. Keterlibatan langsung masyarakat, terutama yang tinggal di desa-desa rawan, merupakan inti terciptanya koordinasi yang baik dan efektif dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Kepuasan bekerja terletak pada kesadaran masyarakat bahwa kerja keras kami adalah demi keselamatan dan kesehatan mereka,” pungkas Hafiz.
Terhitung dari awal tahun 2020 hingga sekarang, tidak ada laporan kebakaran hutan dan lahan terdeteksi di Kabupaten Pelalawan. Terima kasih, Tim Bebas Api!