Skip to main content

Ketika perkebunan kelapa sawit mencapai akhir masa produktivitasnya, para petani harus menunggu bertahun-tahun hingga kelapa sawit baru siap dipanen. Program replanting Asian Agri memberikan dukungan penting, membantu mempersiapkan lahan untuk replanting, bantuan pengurusan pendanaan, dan mengenalkan sumber penghasilan alternatif, untuk menopang petani seperti Udiyono dan keluarga mereka selama masa transisi.

“Semua makhluk memiliki masa hidup. Cepat atau lambat, replanting tidak dapat dihindari,” kata Udiyono, seorang petani kelapa sawit yang bermitra dengan Asian Agri.

Bagi petani kelapa sawit, proses replanting menghadirkan tantangan, terutama kehilangan pendapatan. Masa produktif pohon kelapa sawit sekitar 25 tahun, setelah itu hasil panen menurun dan biaya perawatan meningkat. Pohon-pohon tersebut harus diganti, tetapi proses replanting biasanya memakan waktu empat hingga lima tahun hingga kelapa sawit baru mulai berbuah.

Udiyono, 50 tahun, membutuhkan rencana strategis untuk melewati masa kritis ini bagi dirinya dan keluarganya. Udiyono meninggalkan kampung halamannya di Lamongan, Jawa Timur, dan pindah ke Riau, di mana ia mengikuti program Perkebunan Inti Rakyat – Transmigraasi (PIR-Trans) yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1991. Ia diberi hibah dua hektar lahan untuk pertanian, serta setengah hektar lainnya untuk perumahan dan tanaman pangan. Pada tahun 2021, Udiyono yang menjabat sebagai ketua KUD (Koperasi Unit Desa) Sumber Rejeki, yang memiliki 136 anggota dan total luas lahan sekitar 300 hektar.

Asian Agri membantu mitra petaninya, memfasilitasi akses ke dana replanting dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang bertindak sebagai penjamin pinjaman bank, membantu dalam program replanting, dan memberikan dukungan kepada petani kecil untuk mencari sumber pendapatan alternatif, seperti peternakan sapi, untuk mengurangi dampak finansial dari peremajaan.

“Asian Agri membantu koperasi kami dalam proses replanting kebun, mulai dari pengajuan dokumen pada tahun 2022, hingga pencairan dana BPDPKS pada Agustus 2023, dan kemudian memulai pada akhir September 2023,” kata Udiyono.

Selain membantu dalam hal administrasi proses replanting, Asian Agri juga membantu para petani untuk mendapatkan sumber ekonomi alternatif selama proses replanting berlangsung. Udiyono memutuskan untuk memulai usaha peternakan sapi. “Perwakilan Asian Agri mengunjungi beberapa koperasi petani, membantu menyediakan sapi dan memberikan panduan tentang cara merawatnya.”

Dengan manajemen yang baik dan dukungan dari Asian Agri, ternak Udiyono berkembang pesat. Ternaknya sebagian besar terdiri dari sapi Bali, jenis yang cocok untuk kondisi tropis karena ukurannya yang kecil saat dewasa, kebutuhan pakan yang rendah, kesuburan tinggi, dan toleransi terhadap panas.

“Asian Agri memberi saya seekor anak sapi jantan dan betina sebagai modal awal, setara dengan investasi sebesar 20 juta rupiah,” katanya. “Sekarang, saya memiliki tujuh ekor sapi, enam di antaranya adalah Sapi Bali. Sapi betina sekarang bisa dijual hingga 10 juta rupiah per ekor, dan sapi jantan dijual seharga 17 hingga 20 juta rupiah. Asian Agri sangat peduli dalam memastikan pendapatan tetap bagi keluarga saya selama masa peremajaan.”